Jumat, 11 Mei 2012

Aku Menangis 6 Kali Untuk Adikku

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demihari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung merekamenghadap ke langit.Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis disekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laciayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut didepan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.:
"Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya.
Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan :
"Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!".
Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikkumencengkeram tangannya dan berkata :
"Ayah, aku yang melakukannya! ".
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitumarahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisannafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami danmemarahi,:
"Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yangakan kamu lakukan di masa mendatang? ... Kamu layak dipukul sampai mati!Kamu pencuri tidak tahu malu!".
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuhdengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahanmalam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutupmulutku dengan tangan kecilnya dan berkata :
"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanianuntuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masihkelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikkuketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk keSMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk kesebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman,menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnyamemberengut :"Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik...hasil yang begitubaik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas. Sambil berkata :
"Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?".
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata :
"Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyakbuku."
Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya sambil berkata :
"Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya?. Bahkan jikaberarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berduasampai selesai!".
Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjamuang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yangmembengkak, dan berkata :
"Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidakakan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.".
Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan keuniversitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikkumeninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacangyang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkansecarik kertas di atas bantalku:
"Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja danmengirimu uang.".
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan airmata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun.Aku 20. Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yangadikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi,aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas) . Suatu hari, akusedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan :
" Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana !".
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, danmelihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen danpasir. Aku menanyakannya, :
"Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?"
Dia menjawab, tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan merekapikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akanmenertawakanmu? "
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debudari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku :
"Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamuadalah adikku bagaimana pun penampilanmu. ..".
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Iamemakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan :
"Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harusmemiliki satu."
Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalampelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telahdiganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, akumenari seperti gadis kecil di depan ibuku. "Bu, ibu tidak perlu menghabiskanbegitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambiltersenyum :
"Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkahkamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendelabaru itu..".
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratusjarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya danmebalut lukanya.aku bertanya :
"Apakah itu sakit?".
"Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi,batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidakmenghentikanku bekerja dan..." Ditengah kalimat itu ia berhenti.
Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun kewajahku. Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota . Banyak kali suamiku dan akumengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi merekatidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidakakan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan :
"Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkanpekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikkumenolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerjareparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel,ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan akupergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu :
"Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harusmelakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yangbegitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. :
"Pikirkan kakak ipar...ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidakberpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apayang akan dikirimkan?"
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yangsepatah-sepatah:
"Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!"
"Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu,ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani daridusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanyakepadanya :
"Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?".
Tanpa bahkan berpikir ia menjawab :
"Kakakku."
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidakdapat kuingat :
"Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiaphari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah danpulang ke rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku.Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja danberjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetarankarena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya.Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjagakakakku dan baik kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannyakepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku akhirnya keluar juga :
"Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku."
Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaanini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
Karya : Vanny Chrisma W.

Sabtu, 07 Januari 2012

Inilah 5 kota terhijau di dunia ( Sayang ya Medan gak masuk )


malmoKota Hijau 5: Malmo Swedia. Malmo berpenduduk 280.000 orang, yang membuatnya kota terbesar ketiga di Swedia. Kota ini terletak di provinsi Skane di daerah selatan dan terdiri dari kanal, pantai, taman, pelabuhan, dan blok-blok yang masih menjaga nuansa Abad Pertengahan. Namun bukan aura Abad Pertengahan itulah yang membuatnya lulus untuk masuk daftar ini. Melainkan ide kreatif kota Malmö dalam berinovasi menggunakan Sumber Daya Alam yang dapat diperbaharui dan menjadi kota hijau pelopor.
Swedia adalah pelopor dalam solusi listrik hijau -- sebagian besar sumber listrik negara datang dari nuklir dan air. Kota seperti Malmö juga berkontribusi dalam menghijaukan Swedia dengan rencana mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 25% antara tahun 2008 dan 2012, melebihi target 5% yang ditetapkan oleh Protokol Kyoto.
Untuk mencapai target ini, kompleks di seantero Malmö telah dirombak menjadi daerah ramah lingkungan, terutama di Pelabuhan Barat, Taman Sege dan Augustenborg.
Pelabuhan Barat, bekas dok kapal dan sekarang berpenduduk padat, dijalankan 100% dari tenaga surya, angin, air, dan biofuel yang diolah dari kotoran organik. Bangunan-bangunan yang ada dibangun dari bahan ramah lingkungan dan didesain untuk efisien energi, dan jalanannya juga mudah ditelusuri pejalan kaki dan pengguna sepeda -- 30% pengguna jalan memilih untuk bepergian menggunakan sepeda.
Selain itu, pemulihan daerah Taman Sege, transformasi ramah-lingkungan lainnya, juga akan menstok daerah itu dengan sumber daya hijau termasuk fotovoltaik (listrik surya), tenaga angin, dan biofuel.
Augustenborg, distrik yang sudah menjadi hijau selama dekade belakangan, terkenal dengan pengatapan hijau -- atap berlapis taman yang mengurangi pembuangan energi dan menambah insulasi dan vegetasi di daerah urban tersebut. Augustenborg juga memiliki trem bebas-emisi pertama di dunia, dan lebih dari selusin pusat daur ulang yang mengolah sekitar 70% bahan sampah yang terbuang.

Kota Hijau 4: Kopenhagen, Denmark
kopenhagen
1,7 juta orang yang tinggal di Kopenhagen terkenal karena mereka lebih memilih menaiki sepeda atau kereta daripada mobil, tetapi transportasi hijau hanyalah satu bagian dari rencana ramah-lingkungan kota itu. Pada tahun 2006, Kopenhagen memenangkan Penghargaan Lingkungan Eropa karena saluran airnya yang bersih dan terobosannya dalam tata lingkungan. Apa yang membuatnya bereputasi? Air dan kincir angin.
Kota ini disanjung karena usahanya selama 10 tahun terakhir dalam menjaga kebersihan dan keamanan pelabuhannya. Pemerintah juga turut andil dalam menggunakan sistim peringatan kualitas air untuk memonitor level polusi.
Selain itu, Kopenhagen juga terkenal dengan kincir anginnya. Lebih dari 5.600 kincir angin menyediakan 10% pasokan listrik Denmark; dan pada 2001, Kopenhagon membuka taman kincir angin lepas pantai terbesar di dunia. Taman ini mampu memasok 32.000 unit rumah di kota itu; sekitar 3% dari kebutuhan listriknya.

Kota Hijau 3: Portland, Oregon, AS.
portland
Portland terletak di sisi Sungai Willamette di Pasifik Baratdaya dan berpenduduk lebih dari 500.000 orang. Kota ini sudah menjadi model gaya hidup ramah lingkungan selama beberapa dekade terakhir, dengan mencampur komponen urban dan areal terbuka.
Kehijauan kota ini sudah tidak baru lagi. Semenjak adanya "Laporan untuk Badan Taman Portland" pada tahun 1903, Portland telah menjadi inspirasi untuk kota-kota di seluruh Amerika Serikat dan dunia untuk mencakupkan areal hijau dalam tata kota mereka. 30 tahun lalu, Portland terus memimpin dengan merombak sebuah jalan tol berjalur enam untuk menjadi taman waterfront. Kini Portland memiliki kurang lebih 92.000 are daerah hijau, termasuk 119 km jalur sepeda, pendakian, dan berlari, dan telah memberlakukan batas pengembangan kota untuk melindungi sekitar 25 juta are hutan dan ladang pertanian.
Portland adalah kota pertama di Amerika Serikat yang memberlakukan rencana pengurangan emisi gas rumahkaca dan juga salah satu anggota pelopor "Cities for Climate Protection Campaign". Kota ini telah meraih posisi top di Amerika Serikat dan dunia selama beberapa tahun belakangan dan memiliki 50 gedung yang mencapai (atau bahkan melebihi) standar ramah lingkungan yang ditetapkan oleh Badan Bangunan Hijau AS, bersama dengan pencampuran arealnya antara untuk pejalan kaki dan pengguna sepeda -- sekitar 25% pengguna jalan bersepeda ke tempat kerja mereka.
Untuk ke depannya, Portland memiliki target energi yang ambisius. Untuk 2010, kota ini berencana untuk mensuplai 100% energinya dari SDA yang dapat diperbaharui, termasuk langkah-langkah inovatif seperti meteran parkir bertenaga surya.

Kota Hijau 2: Vancouver, Kanada
vancouver
Vancouver adalah kota pesisir, berpenduduk 560.000 jiwa dan disebut sebagai kota paling nyaman untuk ditinggali oleh majalah The Economist. Ternyata, kota ini tidak hanya nyaman untuk ditinggali namun juga sebagai acuan Kanada sebagai pengguna SDA yang dapat diperbaharui.
Vancouver memimpin dalam penggunaan teknologi yang berkembang.
Vancouver memiliki rencana 100-tahun untuk hidup hijau dan bersih. Kota ini juga memimpin dalam penggunaan listrik dari tenaga air, yang kini mensuplai 90% dari total energi.
Selain itu, Vancouver juga mengimplementasikan teknologinya yang berkembang. Penyimpan sampah bertenaga surya telah dapat ditemukan di seantero kota, berukuran sama seperti tempat sampah biasa namun mampu menyimpan lima kali lipat jumlah sampah (yang membuat kota itu membutuhkan lebih sedikit truk sampah beremisi di jalanan).

Kota Hijau 1: Reykjavik, Eslandia
reykjavik
Reykjavik adalah kota terkecil dalam daftar kita kali ini, dengan hanya penduduk 115.000 jiwa di kota tersebut dari sekitar 300.000 jiwa di seluruh negeri Eslandia. Namun dampaknya pada dunia patut diacungi jempol.
Eslandia berencana melepaskan ketergantungannya pada bahan bakar fosil pada tahun 2050 untuk menjadi sebuah ekonomi hidrogen. Kini, Reykjavik (dan seluruh Eslandia) mendapat energi untuk kalor, air panas dan listrik seluruhnya dari tenaga air dan sumber geotermal -- yang keduanya dapat diperbaharui dan bebas dari emisi gas rumahkaca. Beberapa kendaraan juga menggunakan hidrogen, termasuk tiga bis kota.